Thursday 15 August 2013

Arsitektur Masjid Agung Palembang, Perkawinan Tiga Budaya

,



Masjid Agung Palembang merupakan masjid terbesar di kota Palembang - Indonesia, dengan lahan seluas ± 15.400 m2. Arah hadap masjid ke selatan (menghadap sungai Musi). Masjid dikelilingi pagar dan pada sisi barat, timur,dan selatan halaman terdapat pintu masuk ke halaman masjid. Luas halaman masjid ± 2.250 m2 dan dipergunakan untuk shalat pada hari Jum’at dan hari raya (shalat Ied). Masjid agung tersebut terdiri atas ruang utama, serambi,dan bangunan tambahan. Letak mesjid ini di Kelurahan 19 Ilir, Kecamatan Ilir Barat I, tepat di pertemuan antara Jalan Merdeka dan Jalan Sudirman, pusat Kota Palembang. Masjid Agung ini disebut juga dengan nama Masjid Sultan Mahmud Baddaruddin I.

Masjid Agung Palembang terdapat dua buah bangunan utama. Semenatra bangunan yang asli merupakan bangunan lama masih dipertahankan sejak awal pendirian. Sedangkan bangunan yang lainnya merupakan bangunan  baru  dan sudah beberapa kali dipugar untuk diperluas akibat pertambahan jumlah jamaah.

Arsitektur

Arsitektur masjid ini dipengaruhi oleh tiga kebudayaan, Indonesia (Melayu), China dan dan Eropa. Gaya arsitektur inilah yang kemudian menjadi  ciri khas dari masjid ini.
Pengaruh gaya arsitektur China bisa dilihat dari masjid utama yang atapnya seperti kelenteng. Puncak Masjid Agung berbentuk atap mustaka/kepala. Bentuk mustaka yang terjurai ini melengkung ke atas keempat ujungnya yang berhiaskan simbar menyerupai bentuk atap pada bangunan China.
Sedangkan gaya arsitektur Eropa terlihat dari pintu masuk di gedung baru masjid yang besar dan tinggi.
 
Dekoratif



Unsur dekoratif banyak terdapat di dalam masjid  seperti ornament khas Palembang yang cukup kental dengan ukiran kaligrafi maupun sulur tanaman dicampur dengan perpaduan warna emas dan coklat,  seperti penerapan pada:
Tiang, disetiap tiang terdapat banyak hiasan. Pada bagian kaki berhiaskan berbentuk pelepit sementara pada bagian atas tiang terdapat hiasan motif kotak dengan pelipit setengah lingkaran.
Mimbar, di mimbar tangga  berhiaskan kotak-kotak dengan lubang kecil di tengahnya yang berwarna emas. dua buah tiang persegi empat pada mimbar, berwarna coklat dengan hiasan bunga dan sulur. Bagian atas tiang berbentuk melengkung dan berhiaskan simbar yang distilir dengan bunga dan sulur-sulur dan hiasan bunga berderet.
Pintu, berhiaskan sulur-sulur, hiasan wajik.
Atap, ujung-ujung atap tersebut hiasannya berupa candi kecil dengan pelipit rata, padma, ratna, kumuda, dan puncaknya seperti kuncup bunga.
Dinding dan kolom, umumnya berhiaskan motif profil yang mengadopsi dekorasi arsitektur gaya eropa.
Jendela, pada bukaan jendela ini dihiasi dengan kaca dekoratif.


Tata Ruang





Ruang Utama
berukuran 23 × 23 m, pada ruangan ini terdapat sembilan pintu dan 16 belas tiang yang terdiri atas empat tiang soko guru (utan) dan 12 tiang penopang atap Tiang utama berbentuk segi delapan bagian bawah dilapis porseim setinggi satu meter. Di atas porselen terdapat hiasan tumpal polos berwama hijau tua. Tiang penopang bentuk dan hiasannya sama dengan tiang utama tetapi lebih kecil. Pada ruangan inilah terletak mihrab, pada dinding bagian belakang mihrab terdapat ukiran kaligrafi Muhammad dibuat berganda (Muhammad bertangkup). Semua hiasan dan kaligrafi berwarna emas. Pada puncak mihrab terdapat bentuk simbar. Di dalam mihrab yang lama terdapat lemari dan rak buku untuk menaruh Al-Quran dan buku-buku keagamaan lainnya. Luas ruangan 8,6 × 3,6 m dengan pintu di sisi utara dan bagian depannya terdapat tangga dengan enam anak tangga. Ruangan mihrab lama mempu-nyai atapnya terpisah dari atap masjid. Bentuknya limas berting-kat dua dengan ukiran bunga di setiap sudutnya. Pada puncak atapnya terdapat hiasan labu berganda.

Ruang tambahan, ada empat:
Ruang I, berukuran 36 × 32 m, terdapat satu buah pintu masuk utama pada dinding timur dan pada bagian tengah dinding terdapat tiga buah pintu dengan ukiran khas palembang (hiasan sulur-sulur) dan satu buah pintu polos. Ruang tambahan pertama ini mempunyai atap tersendiri tidak bersatu dengan ruang utama. Bentuknya seperti rumah biasa berhiaskan jurai pada sisi atasnya dan pada ujung-ujung atap tersebut hiasannya berupa candi kecil dengan pelipit rata, padma, ratna, kumuda, dan puncaknya seperti kuncup bunga.

Ruang II, merupakan bangunan tingkat dua berbentuk ‘U’ seperti ruang tambahan I , lantai II berfungsi sebagai tempat shalat kaum wanita dan pengajian. Ruangan ini mempunyai pintu sebanyak Sembilan buah. Selain itu terdapat tiang berbentuk bulat polos berwarna kuning gading berjumlah 32 buah, tiang dengan umpak persegi dan badan bulat mengecil hingga keatas berjumlah 26 buah dan tiang dengan dasarnya bulat ada 34 buah.

Ruang III, Letak ruang ini di sisi timur masjid dan merupakan bangunan baru (tahun 1970). Ruang mempunyai tiga buah pintu dan jendela tanpa daun jendela, hanya ditutup dengan teralis bertuliskan Allah dan Muhammad. Ruangan ini merupakan pintu (jalan) masuk melalui masjid yang hanya dibuka pada saat shalat Jum’at atau shalat Ied.

Ruang IV, merupakan ruangan terbuka dengan teralis sebagai dindingnya, tetapi pada bagian atasnya terdapat dinding berhiaskan motif bujur sangkar berderet dan kelopak bunga di atas bujur sangkar tersebut. Dalam ruangan terdapat menara baru dengan pintu masuk menara di sisi timur ruangan ini juga.


Sejarah

Menurut sejarah, Masjid Agung Palembang merupakan salah satu peninggalan Kesultanan Palembang. Masjid ini didirikan oleh Sultan Mahmud Badaruddin I atau Sultan Mahmud Badaruddin Jaya Wikramo mulai tahun 1738 sampai 1748. Konon masjid ini merupakan bangunan masjid terbesar di Nusantara pada saat itu.

Peletakan batu pertama pembangunan masjid ini dilakukan oleh Sultan Mahmud Badaruddin I (Sultan Mahmud Badaruddin Joyo Wikromo) yang dimulai 1 Jumadil Akhir 1151 H (1738) dan diresmikan pada 28 Jumadil Awal 1161 H (26 Mei 1748). Masjid ini dulunya dikenal dengan nama Masjid Sultan yang lokasi dibangunnya terletak di “pulau” yang dikelilingi Sungai, sebelah Selatan Sungai Musi, sebelah Barat Sungai Sekanak, sebelah Timur Sungai Tengkuruk, dan sebelah Utara Sungai Kapuran.

Menara pertama dibangun bagian kiri masjid arah Selatan (jalan Merdeka) pada tahun 1753 dengan ukuran tinggi 30M dan garis tengah 3M.

Pada tahun 1897 di bawah pimpinan pangeran Penghulu Nata Agama Karta Manggala Mustofa Ibnu Raden Kamaluddin diadakan perluasan Masjid Agung, tahun 1930 pengembangan masjid ini dipimpin oleh Hofa Penghulu Ki Agung Haji Nang Toyib bersama teman-teman.

Pada tanggal 2 Januari 1970 dibangun menara kedua dengan ukuran tinggi 45 m  berbentuk persegi 12 dibiayai oleh Pertamina dan diresmikan pada tanggal 1 Februari 1971.

Renovasi terakhir tahun 2000 masjid dan selesai pada tanggal 16 Juni 2003 yang diresmikan oleh Presiden RI. Hj. Megawati Soekarno Putri.






Referensi : http://kemenag.go.id, Wikipedia Google 
Images :        http://asrilwardhani.com, google images

Anda sedang membaca artikel tentang Arsitektur Masjid Agung Palembang, Perkawinan Tiga Budaya dan anda bisa menemukan artikel Arsitektur Masjid Agung Palembang, Perkawinan Tiga Budaya ini dengan url http://kontemporer2013.blogspot.com/2013/08/masjid-agung-palembang.html, dipersilahkan menyebarluaskan artikel ini, asal dengan gaya bahasa anda sendiri, jika artikel Arsitektur Masjid Agung Palembang, Perkawinan Tiga Budaya ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda, dengan link Arsitektur Masjid Agung Palembang, Perkawinan Tiga Budaya sebagai sumbernya.

2 komentar:

- saya harap komentar sesuai dengan topik yang sedang dibahas.
- komentar anda akan dibalas secepatnya.
- jangan meninggalkan link hidup.
- terima kasih sudah berkomentar.
- salam blogger.

 
Copyright © My hoMe | Powered by Blogger
Template Created by O Pregador and Dicas Blogger
Text Back Links Exchanges